Saturday 22 August 2015

Ongko Rongko di Langen Harjo

Langen Harjo adalah Harapan


Om Swasti Astu 
Salam Rahayu

Ongko Rongko memiliki banyak kesibukan di bidang kebudayaan sehingga tidak jarang ongkorongko melakukan banyak penelusuran termasuk penelusuran di tanah langen harjo di sukoharjo yang masih memiliki kerabat dengan keraton mataram. pada tanggal 19 qgustus 2015. ongkorongko melakukan ekspedisi sejarah dengan tema Langen Harjo tidak sebatas misteri, Tetapi harapan. penelusuran itu dikarenakan tempat para leluhur yang lebih dekat dengan sang pencipta, tak jarang banyak orang melakukan ritual di tempat tersebut, huallahualam bissowaf, berikut foto-foto yang kita ambil dengan kegiatan ongkorongko, mulai dari diskusi sampai napak tilas.




Diskusi Ringan Dengan Sesepuh


Napak Tilas "Perijinan"


Napak Tilas "Bagian Harapan" Sumur Tua



Istilah Peradaban



Ruang Tidur Raja XI


Kamar Tidur Raja XII


Pangeran Haryo



Prosesi Belajar



Pohon Manggis Kramat 



Kamar Area Dalem Raja X


Mini Galeri



Pendidikan Nguri Nguri Budaya

Om Santi Santi Santi

Thursday 13 August 2015

Bangunan Belanda

Karakter Arsitektur  Rumah Tinggal  Kolonial  Belanda
            “Arsitektur Kolonial”, sebagai sebuah istilah yang mengacu ke presepsi sejarah sosial, sering menyiratkan aturan dan kekuasaan kolonial-bangunan publik adalah sebuah ekspresi, sebuah symbol intimidasi dan pemaksaan.
            Pengertian karakter sevara umum, yaitu bagian dari suatu objek atau cirri-ciri suatu objek yang menjadi pembeda dari objek lainnya. Karakter dapat memberikan deskripsi fisik maupun nonfisik dengan mengkhususkan pada sifat-sifat, cirri-ciri khusus dan spesifik dari suatu objek, sehingga membuat objek tersebut mudah dikenali (Suryasari, 2003)
            Karakter dari sebuah objek arsitektural merupakan susunan dari keberagaman maupun intensitas cirri-ciri sebuah objek arsiteltural, serangakaian susunan elemen dasar pembentuk objek (missal terdiri dari bentuk, garis, warna, dan tekstur) yang membuat objek tersebut memiliki kualitas khusus yang dapat dibedakan dari objek lain.
            Pengertian karakter di atas lebih sebagai bagian dari karakter visual yang lebih memberikan penekanan kepada cirri-ciri visual yang hasilnya dapat dengan mudah dicerna dengan indera visual seorang pengamat. Pengertian karakter visual dapat dijelaskan sebagai karakter fisik yang dihasilkan oleh keteraturan visual dari pola-pola elemen dasar yang ada di dalamnya.
            Dengan demikian jika elemen-elemen dasarnya adalah  bentuk, garis, warna, dan tekstur, maka karakter visual adalah keteraturan visual dari pola-pola bentuk, garis, warna, dan tekstur. Adanya hubungan timbale balik antara pola-pola elemen dasar tersebut dapat digambarkan hubungannya dengan pengertian dominasi, keragaman, skontinuitas, dan lain-lain (Smardon dalam Suryasari, 2003).
            Karakter visual suatu bangunan dapat dikenali dengan cara menganalisis elemen-elemen visual yang tersusun dalam sebuah rancangan fasadnya. Rancangan fasade yang masih kompleks tersebut dikembalikan kedalam bentuk-bentuk murninya (pure shape) (Amheim dalam Suryasari, 2003). Menurut Smardon dalam Suryasari, 2003, analisis terhadap bangunan dapat dilakukan dengan dua tahap :
1.                  Tahap pertama, dilihat dalam suatu bangunan bagaimana pola-pola yang dibentuk oleh elemen-elemen dasarnya.
2.                  Tahap selanjutnya dengan mencari keterkaitan antar pola-pola tersebut dalam kerangka prinsip pengaturan maupun kesatuannya.
Karakter visual juga dapat diartikan sebagai identitas yang memberikan makna sebagai pembentuk cirri spesifik dari sesutau atau lingkungan. Karakter visual dapat dipandang sebagai keteraturan visual dari adanya pola-pola bentuk, garis, warna, dan tekstur, hubungan timabal antara pola-pola elemen dasar tersebut dapat digambarkan terkait dengan pengertian dominasi, keragaman, kontinuitas dan lain-lain (Satyaningsih, 2000).
Karakter harus mampu member visual secara lengkap sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat dijabarkan ke dalam kata-kata, gambar. Maupun model tiga dimensi berupa gambar nyata terlihat dalam elemen-elemen pembentuk yang bersifat spesifik. Karakter bangunan sebagai objek arsitektural hendaknya mampu membuktikan melalui deskripsi baik verbal maupun grafis.
Karakter dari suatu karya arsitektur dapat ditemukan dengan melakukan analisis terhadap bangunan. Analisis terhadap bangunan dilakukan dengan dua tahap. Pertama adalah melihat dalam konteks bangunan, bagaimana pola-pola terbentuk oleh elemen dasarnya, dan tahap selanjutnya dengan mencari hubungan antara pola-pola tersebut dalam kerangka prinsip pengaturan maupun kesatuannya.

   Tinjauan Rumah Tinggal di Belanda
Gaya hidup orang-orang Eropa berbeda dengan gaya hidup di Negeri Belanda. Rumah-rumah disana terbuka dan segar, rumah-rumah itu biasanya dibangun agak saling berjauhan dengan pekarangan yang luas, baik di depan maupun di belakang. Dengan hanya satu lantai yang di lengkapi sebuah beranda di depan dan di belakang, ruang tengah yang bessar dengan kamar-kamar di kedua sisi, dan di halaman belakang ada dua sayap bangunan luar yang terhubung dengan rumah utama dengan koridor beratap.
Di kedua bangunan itu kita menemukan kamar pelayan, gudang, kamar mandi, kloset, kandang burung, dan kandang kuda. Dinding rumah, baik di luar maupun di dalam diplester dan dicat putih, sedangkan kaki dinding bagian depan rumah dicat dengan ter batu bara yang berwarna hitam, lantai terdiri atas ubin marmer berwarna merah atau biru, sedangkan lantai semen yang abu-abu atau berwarna sering ditutup dengan anyaman rotan. Terik cahaya matahari ditahan dengan jalusi dan tirai. Pekarangan depan, undakan, dan bagian depan beranda sering dihiasi dengan pot-pot bunga yang dicat putih atau merah jambu.
     Karakter Arsitektur Kolonial Belanda
Pada bangunan colonial Belanda terdapat karakter yang mempengaruhi tampilan fasade, karakter tersebut dapat dilihat dari beberapa elemen-elemen yang biasa digunakan sebagai pendukung fasade (Handinoto 1996 : 165-177), antara lain :
1.                  Gable/Gavel
Terletak pada bagian depan atau tampak bangunan, memiliki bentuk segitiga atau yang mengikuti bentuk dari atap bangunan itu sendiri.
2.                  Tower/Menara
Memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara memadukanya denga gevel/depan. Tower/Menara biasanya berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan.
3.               Nok Acroteire/Hiasan Puncak Atap
Hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-rumah para petani di Belanda.
Pada awalnya di Negara Belanda hiasan puncak atap menggunakan alang-alang, namun di daerah Hindia Belanda hiasan ini dibuat menggunakan semen.
4.               Dormer/Cerobong Asap Semu
Memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada bangunan. Memiliki bnetuk yang menjulang tinggi keatas, dormer di Negara aslinya, Belanda, biasanya digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian.
5.               Windwijer/Penunjuk Angin
Berfungsi sebagai penunjuk arah angin, biasanya diletakan di atas nok dan dapat berputar mengikuti arah angin.
6.               Ballustrade
Memiliki fungsi sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan. Biasanya terbuat dari beton cor ataupun dari bahan metal.

 Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
Surabaya, sebagai kota kolonial memiliki pusaka budaya berupa bangunan-bangunan kolonial yang bertebaran di seluruh penjuru kota. Kebutuhan fisik yang paling elelmenter pada setiap manusia ialah perlindungan terhadap pengaruh  iklim dan terhadap gangguan  keamanan agar  ia dapat tidur, makan, dan beristirahat dengan tenang. Sedangkan kebutuhan psikis yang primer adalah kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan yang tetap serta lingkungan yang sehat dan nyaman. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan sebuah tempat tinggal atau rumah.         
Sebagian besar bangunan kolonial yang ada di Kota Surabaya ini dibangun antara tahun 1915 - 1930. Dengan melakukan aplikasi terhadap gaya arsitektur kolonial modern setelah tahun 1920-an di Hindia Belanda yang  pada waktu itu sering disebut sebagai gaya ”Nieuwe Bouwen”, disesuaikan dengan iklim lokal dan teknik bangunan di Hindia Belanda waktu itu.

Gaya arsitektur  yang menonjol dengan ciri-ciri seperti : gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, warna putih, atap bangunan datar, tidak terdapat ornamen, rectangular spaces ruang dengan bentukan persegi panjang, adanya sudut-sudut bundar. Jadi sebagian gedung-gedung kolonial yang ada di Malang umurnya rata-rata kurang lebih baru 60 tahun.