Thursday 23 April 2015

Kaos Sejarah Madiun



Sejarah

Satu catatan emas untuk sejarah Madiun, bahwa saat Mata­ram di bawah Sutowidjojo berusaha untuk memperluas dan menundukkan Purabaya di tahun 1586, kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah dise­rahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga Panembahan Rama kepa­da putrinya RADEN AYU RETNO DJUMILAH.

Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun 1586, te­tapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Panglima Perang Purabaya yang didukung oleh beberapa Bupati di kawasan Mancanagara, sekurang-kurangnya 15 daerah kabupaten di ka­wasan timur, ternyata sanggup mematahkan kekuatan lawan yang tak lain pasukan Mataram.

Mataram yang telah dua kali patah dalam serangannya ke Purabaya secermat itu memperhitungkan kembali rencana serangan yang ke tiga. Serangan Mataram ke tiga kalinya ke Purabaya dilakukan pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan sebelumnya oleh pasukan Mataram un­tuk menyusup dengan serangan pendadakan serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo yang saat itu hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang – Raden Ayu Retno Djumilah.

Pasukan Purabaya lumpuh dan banyak jatuh korban, sementara yang lain lari ke arah timur. Pertempuran satu lawan satu tak dapat dihindarkan lagi antara Mang­galaning Perang Purabaya Raden Ayu Retno Djumilah dengan pimpinan pasukan Mataram yang tak lain adalah Sutowidjojo. Manggalaning Perang Purabaya cukup gigih mempertahankan dengan senjata pusaka sebagai andalan panglima perang ini yang berupa sebilah keris bernama “Kyai Kala Gumarang”. pusaka ini juga sebagai pusaka andalan Kabupaten Purabaya atau juga disebut sebagai “Pusaka Tundung Madiun”.

Pertarungan satu lawan satu antar dua pemimpin pasukan ini berjalan cukup seru dan berlangsung di sekitar sebuah Sendang tidak jauh dari Istana Kabupaten Wonorejo
Kelenggahan yang berakibat pindahnya pusaka andalan dari Panglima perang Retno Djumilah ke tangan Sutowidjoyo menyebabkan bertekuk lu­tutnya Wanita Perkasa yang Bupati dan bertindak sebagai Panglima Pe­rang Pusaka andalan Kyai Kala Gumarang yang dalam detik kelenggahan berpindah tangan meruntuhkan kekuatan wanita perkasa ini dan “menyerah kalah” ke hadapan Sutowidjojo.

Panglima Perang yang juga Bupati ke II Purabaya ini menjadi tawa­nan perang. Oleh Sutowidjojo panglima perang yang sudah menyerah ini kemudian dibawa masuk ke Istana Mataram sebagai “tawanan perang”. Dikemudian nanti Panglima Perang yang juga Bupati dan Wanita Per­kasa mi akhirnya dipersunting sebagai permaisuri Mataram. Kekalahan Retno Djumilah dalam perang dan laga satu lawan satu itu terjadi pada 16 Nopember 1590 yang kemudian menyebabkan bergantinya nama Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama PURABAYA menjadi MADIUN terjadi pada : Hari JUMAT LEGI tanggal 16 Nopember Tahun 1590 M. atau Hari JUMAT LEGI Tanggal 21 Sura Tahun Dai 1510 Jawa.

Sumber : https://jawatimuran.wordpress.com/2012/08/29/bupati-ke-2-kabupaten-madiun/







Sejarah

Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata "medi" (hantu) dan "ayun-ayun" (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan "Babat tanah Madiun" terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.

Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Madiun

Asal Usul Sejarah Madiun


Sejarah

Satu catatan emas untuk sejarah Madiun, bahwa saat Mata­ram di bawah Sutowidjojo berusha untuk memperluas dan menundukkan Purabaya di tahun 1586, kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah dise­rahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga Panembahan Rama kepa­da putrinya RADEN AYU RETNO DJUMILAH.

Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun 1586, te­tapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Panglima Perang Purabaya yang didukung oleh beberapa Bupati di kawasan Mancanagara, sekurang-kurangnya 15 daerah kabupaten di ka­wasan timur, ternyata sanggup mematahkan kekuatan lawan yang tak lain pasukan Mataram.

Mataram yang telah dua kali patah dalam serangannya ke Purabaya secermat itu memperhitungkan kembali rencana serangan yang ke tiga. Serangan Mataram ke tiga kalinya ke Purabaya dilakukan pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan sebelumnya oleh pasukan Mataram un­tuk menyusup dengan serangan pendadakan serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo yang saat itu hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang – Raden Ayu Retno Djumilah.

Pasukan Purabaya lumpuh dan banyak jatuh korban, sementara yang lain lari ke arah timur. Pertempuran satu lawan satu tak dapat dihindarkan lagi antara Mang­galaning Perang Purabaya Raden Ayu Retno Djumilah dengan pimpinan pasukan Mataram yang tak lain adalah Sutowidjojo. Manggalaning Perang Purabaya cukup gigih mempertahankan dengan senjata pusaka sebagai andalan panglima perang ini yang berupa sebilah keris bernama “Kyai Kala Gumarang”. pusaka ini juga sebagai pusaka andalan Kabupaten Purabaya atau juga disebut sebagai “Pusaka Tundung Madiun”.

Pertarungan satu lawan satu antar dua pemimpin pasukan ini berjalan cukup seru dan berlangsung di sekitar sebuah Sendang tidak jauh dari Istana Kabupaten Wonorejo. Kelenggahan yang berakibat pindahnya pusaka andalan dari Panglima perang Retno Djumilah ke tangan Sutowidjoyo menyebabkan bertekuk lu­tutnya Wanita Perkasa yang Bupati dan bertindak sebagai Panglima Pe­rang Pusaka andalan Kyai Kala Gumarang yang dalam detik kelenggahan berpindah tangan meruntuhkan kekuatan wanita perkasa ini dan “menyerah kalah” ke hadapan Sutowidjojo.

Panglima Perang yang juga Bupati ke II Purabaya ini menjadi tawa­nan perang. Oleh Sutowidjojo panglima perang yang sudah menyerah ini kemudian dibawa masuk ke Istana Mataram sebagai “tawanan perang”. Dikemudian nanti Panglima Perang yang juga Bupati dan Wanita Per­kasa mi akhirnya dipersunting sebagai permaisuri Mataram. Kekalahan Retno Djumilah dalam perang dan laga satu lawan satu itu terjadi pada 16 Nopember 1590 yang kemudian menyebabkan bergantinya nama Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama PURABAYA menjadi MADIUN terjadi pada : Hari JUMAT LEGI tanggal 16 Nopember Tahun 1590 M. atau Hari JUMAT LEGI Tanggal 21 Sura Tahun Dai 1510 Jawa.

Sumber : https://jawatimuran.wordpress.com/2012/08/29/bupati-ke-2-kabupaten-madiun/


Sejarah

Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata "medi" (hantu) dan "ayun-ayun" (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan "Babat tanah Madiun" terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.

Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Madiun

Kaos Sejarah Blitar


Nilasuwarna




Sejarah

Dimulai dari Nilasuwarna salah satu putra dari Adipati Wilatika Tuban. Dia salah satu dari orang kepercayaan Kerajaan Majapahit yang ditugaskan untuk membabat alas. Seperti yang tertulis di dalam sejarahnya kota BLITAR dulunya adalah Hutan belantara yang belum pernah di datangi manusia. NIlasuwarna diberi tugas oleh Kerajaan Majapahit untuk menumpas prajurit Tartar yang bersembunyi  di dalam hutan (saat ini kota Blitar), dikarenakan prajurit Tartar sudah melakukan kudeta (pemberontakan) yang membahayakan kejayaan Kerajaan Majapahit.

Setelah berhasil mengalahkan prajurit Tartar, Nilasuwarna diberikan hadiah hutan yang menjadi tempat medan perang dengan prajurit Tartar. Kemudian beliau diberikan gelar Adipati Ariyo Blitar I oleh Kerajaan Majapahit, seiring berjalannya waktu hutan tersebut pun di beri nama Balitar ( Bali dan Tartar ) untuk mengingatkan bahwa pernah terjadi peperangan melawan prajurit Tartar di tempat itu.  Mulai saat ini Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kekuasaan di bawah Kerajaan Majapahit. Adipati Ariyo Blitar I menikah dengan Dewi Rayungwulan dan memiliki seorang putra bernama Djoko Kadung. Tapi tak dinyana, ditengah pemerintahannya terjadi pemberontakan yang di lakukan oleh patihnya sendiri yang bernama Ki Sengguruh Kinareja. Setelah berhasil melakukan kudeta, Ki Sengguruh Kinareja mendapatkan gelar Adipati Ariyo Biltar II. Mengetahui bahwa ayah kandungnya di bunuh, Djoko Kadung pun akhirnya menuntut balas. Setelah berhasil menuntut balas Djoko Kadung pun diangkat menjadi Adipati Ariyo Blitar III. Tetapi di dalam sejarah yang kami baca bahwa Djoko Kadung tidak mau menerima gelar tersebut, tapi dia masih tetap memerintah secara de facto.



Sumber : http://carapedia.com/Asal_Usul_Kota_Blitar_info29.html

Asal Usul Blitar Jawa Timur


Nilasuwarna

Sejarah

Dimulai dari Nilasuwarna salah satu putra dari Adipati Wilatika Tuban. Dia salah satu dari orang kepercayaan Kerajaan Majapahit yang ditugaskan untuk membabat alas. Seperti yang tertulis di dalam sejarahnya kota BLITAR dulunya adalah Hutan belantara yang belum pernah di datangi manusia. Nilasuwarna diberi tugas oleh Kerajaan Majapahit untuk menumpas prajurit Tartar yang bersembunyi  di dalam hutan (saat ini kota Blitar), dikarenakan prajurit Tartar sudah melakukan kudeta (pemberontakan) yang membahayakan kejayaan Kerajaan Majapahit.

Setelah berhasil mengalahkan prajurit Tartar, Nilasuwarna diberikan hadiah hutan yang menjadi tempat medan perang dengan prajurit Tartar. Kemudian beliau diberikan gelar Adipati Ariyo Blitar I oleh Kerajaan Majapahit, seiring berjalannya waktu hutan tersebut pun di beri nama Balitar (Bali dan Tartar) untuk mengingatkan bahwa pernah terjadi peperangan melawan prajurit Tartar di tempat itu.  Mulai saat ini Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kekuasaan di bawah Kerajaan Majapahit. Adipati Ariyo Blitar I menikah dengan Dewi Rayungwulan dan memiliki seorang putra bernama Djoko Kadung. Tapi tak dinyana, ditengah pemerintahannya terjadi pemberontakan yang di lakukan oleh patihnya sendiri yang bernama Ki Sengguruh Kinareja. Setelah berhasil melakukan kudeta, Ki Sengguruh Kinareja mendapatkan gelar Adipati Ariyo Biltar II. Mengetahui bahwa ayah kandungnya di bunuh, Djoko Kadung pun akhirnya menuntut balas. Setelah berhasil menuntut balas Djoko Kadung pun diangkat menjadi Adipati Ariyo Blitar III. Tetapi di dalam sejarah yang kami baca bahwa Djoko Kadung tidak mau menerima gelar tersebut, tapi dia masih tetap memerintah secara de facto.

Sumber : http://carapedia.com/Asal_Usul_Kota_Blitar_info29.html

Monday 20 April 2015

Kerajaan Kalinyamat







……..Om SwastiAstu……..

peta kekuasaan berdirinya keraton di jepara


Jepara dan  Kerajaan Ratu Kalinyamat
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Trenggana, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.
Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang atau Sultan Hadlirin atau Pangeran Kalinyamat (putra kedua raja Muchayat Syah (Aceh) yang pernah didaulat menjadi raja menggantikan ayahanda dengan senang hati dilimpahkan kepada kakaknya Raden Takyin. Meski demikian, sebagai gantinya ia pernah menjadi raja di Jepara sehingga berjuluk Sultan Hadlirin adalah raja pendatang) dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Trenggana (Raja Demak), sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.
Ratu kalinyamat adalah putri sultan trenggono, bukti dari sebuah garis keturunan kesultanan yang bertahta di demak bintoro dengan sah di abad 15. Peranan ratu kalinyamat adalah sebagai putri bangsawan yang memiliki daerah di jepara yang dikenal dengan nama ujung muara kemudian menjadi jumpara dan japara. Transisi sebuah nama yang memiliki arti persinggahan bagi para pedagang dan pelaku navigasi di tanah jawa yang sampai di pantai utara jepara.
Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M) mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas. Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan / Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono (kesultanan keturunan ke tiga Demak Bintoro), Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin (suami). Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang (murid kesayangan Sunan Kudus, dimana Sunan Kudus yang mendorong dan mensuport kegiatan Balas Dendam yang dilakukan Aryo Panangsang kepada Sunan Prawoto/kakak Ratu Kalinyamat dan Sunan Hadiri/Suami Ratu Kalinyamat serta perencanaan pembunuhan kepada Sultan Hadiwijaya/ Jaka Tingkir/ Raja Pajang/ Adik Ipar Ratu Kalinyamat tetapi akibat kesaktian Jaka Tingkir, Pembunuhan Jaka Tigkir tidak berhasil) pada tahun 1549.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah desa Prambatan.






Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena lelahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.




 Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja (bukit di sebelah utara kota Jepara) Ratu Kalinyamat tidak akan turun dari pertapaannya setelah keset rambut atau menginjak kepala dan keramas getih atau darah dari aryo panangsang  dan mendesak Hadiwijaya atau jaka tingkir untuk menumpas arya panangsan karena ilmunya setara dengan Aryo Panangsang, tetapi Hadiwijaya enggan membunuh saudara seperguruannya dari Sunan Kudus, maka di buatlah sayembara oleh Jaka Tingkir untuk menumpas aryo panangsang dengan hadiah tanah pati dan mentaok (mataram) Ratu Kalinyamat Sendiri Menghadiahi seluruh harta Kekayaannya kepada Jaka Tingkir. Dengan demikinan setelah tahta kerajaan di Demak Lengser maka Tahta berlanjut Di Tanah Kalinyamat tetapi pemerintahan di Astana Mantingan sebelum Pindah Ke Tanah Pajang yang di Pimpin Hadiwijaya. Dengan bujukan Ki Juru Martani maka Ki Ageng Pamanahan dan anaknya Sutawijaya serta Ki Penjawi mendaftar . Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo (sebagai senopati atau raja pertama yang memerintah kerajaan mataram islam di kota gedhe jogjakarta setelah keruntuhan kerajaan pajang), Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT. Pada era Kesultanan Pajang. Kematian Aryo Panangsang Terbilang tragis dengan Usus terurai dan kepotong pusakanya sendiri “Setan Kober” dengan begitu punya trend sendiri dalam berbusana pengantin. Sepertihalnya pengantin laki-laki yang memakai karangan bunga melati pada kerisnya yang mengibaratkan usus arya panangsan yang terurai.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579),Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, dengan sekala internasional.




 gambar diambil setelah riset di sunda kelapa museum bahari Jakarta. dimana saudara Kalinyamat fatahillah memerangi Portugis di Sunda kelapa. itulah kira-kira bentuk kapal yang pernah menjadi kejayaan Ratu Kalinyamat


Menurut bukunya Gustami Sp 1999 Terbitan Kanisius Yogyakarta:
Wintang yang berganti Nama menjadi Sunan Hadiri, adalah seorang komandan mariner dari cina yang terdampar di pantai utara jawa. Dengan bantuan Sunan Kudus, ia dapat memasyarakat dan berhasil mengembangkan industry perkapalan sehingga menjadi kaya. Atas keberhasilan itu , kemudian ia diambil menantu Sultan Trenggono Demak dan di jodohkan dengan Ratu Kalinyamat, Perkawinan sunan Hadirin dengan Ratu alinyamat Merupakan Bukti bahwa percampuran darah antara penduduk pribumi dengan orang asing telah berlangsung lama. Perkawinan seperti itu sudah lama terjadi di kalangan bangsawan di jawa dengan yang bersangkutan telah memeluk islam.
Pada zaman pemerintahan Ratu Kaliyamat, jepara telah berkembang menjadi kota pelabuhan penting. Menurut chrieke, pelabuhan Jepara merupakan pelabuhan yang baik bagi dunia pelayaran karena mampu menampung kapal besar bermuatan dua ratus ton atau lebih. Bersamaan dengan perkembangan pelabuhan itu, juga dikembangkan unit usaha industry galangan kapal. Pada abad ke- 16 , industry galangan kapal di jawa sangat terkenal di asia tenggara. Keahlian arsitek kapal jawa juga sangat terkenal. Atas keahlian mereka itu, pada tahun 1512 Albuguerque membawa 60 tukang yang cakap dari jawa untuk memperbaiki kapal-kapal Portugis yang rusak di daratan pantai india. Berita lain dari orang-orang belanda yang pertama kali datang di indoonesia menyatakan, bahwa lasem merupakan Pusat Industri Galangan Kapal. Kapal-kapal buatan Lasem itu merupakan produk ekspor yang sangat penting. Sehubungan dengan peran jepara sebagai pelabuhan yang baik dan aman untuk berlabuhnya kapal- kapal niaga besar , dan juga untuk menunjang aktivitas dan ekspedisi militer, maka kebutuhan kapal menjadi meningkat. Oleh Karena itu Ratu Kalinyamat bersama Suaminya membangun dan mengembangkan industry galangan kapal besar-besaran yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Tenaga tersebut melibatan Arsitek, Tukang kayu dan para pekerja kasar, yang dipimpin langsung oleh sunan Hadirin dan Ratu Kalinyamat. Dengan demikian masa pemerintahan ratu kalinyamat dapat dinyatakan sebagai periode penting, yaitu periode pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang industry pertukangan. Pada zaman Indonesia - Hindu terkenal bermacam-macam apal yang dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yakni kapal lesung, kapal besar tidak bercadik, dan kapal besar yang mempunyai cadik. Pada masa pemeintahan ratu kalinyamat dinyatakan penting bagi  pertumbuhan industry, karena kegiatan pertukangan pada waktu itu merupakan rangkaian proses tak terpisah bagi terbentuknya industry pertukangan di jepara yang kelak merubah menjadi industry mebel ukir.
Berdasarkan pernyataan Graf dan Pigeaud, dapat disimpulan bahwa, kejayaan jepara sebagai kota pelabuhan dapat disetarakan dengan tuban dan kahuripan di delta sungai brantas. Tersohornya pelabuhan jepara sejalan dengan tersohornya bangsa Indonesia yang sejak lama telah dikenal sebagai bangsa bahari. Pada masa pemerintahan ratu kalinyamat, kegiatan itu telah menjadi usaha industry perkapalan yang sangat besar dan maju. Kemajuannya tidak terbatas pada terpenuhinya tujuan –tujuan transportasi di bidang perniagaan saja, tetapi juga untuk mendukung kegiatan militer. Kesibukan Bandar dan pembuatan galangan kapal di jepara telah member peluang terserapnya angkatan kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sunan hadiri yang memiliki pengalaman panjang sebagai mariner dan ahli di bidang pembuatan kapal mempunyai pegaruh besar terhadap pengembangan tenaga tehnik. Perkawinannya dengan ratu Kalinyamat telah memacu pemekaran keahlian dibidang pertukangan dan pembuatan kapal di kalangan penduduk pribumi. Usaha itu sekaligus menunjukkan masuknya pengaruh cina di Indonesia melalui pembauran tenaga tehnik. Bidang keahlian dan keterampilan mengerjakan kayu di sekitar Bandar jepara menjadi berkembang pesat. Jepara mungkin menjadi kota yang lebih tua jika dibandingkan dengan semarang.




   Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Cerita tentang Ratu Kalinyamat memang tidak berakhir dengan digelari duchesse atau lord dari Kerajaan Inggris Raya, tetapi namanya ditulis Diego de Couto menyebutnya dalam sejarah Portugis dengan julukan yang menggetarkan hati: ”Rainha de Jepara, Senora Pade Rosa e Rica” (Ratu Jepara yang penuh kekuatan dan kekuasaan). Orang  Portugis menjulukinya sebagai De kranige dame yaitu seorang wanita yang pemberani.  Sungguh sifat berani Ratu Kalinyamat ini jarang ditemui pada diri perempuan ningrat Jawa lainnya. Keberanian Ratu Kalinyamat  diakui baik oleh kawan maupun lawan. Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal jung jawa yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat. Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia. Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “Quilimo atau Quilidamao”. Di akhir hayat Ratu kalinyamat juga pernah membantu orang-orang bugis mengusir portugis . coba renungkan, betapa besarnya pengaruh Ratu Kalinyamat terhadap nama Besar Jawa.

Perang Antara JAWA dan Portugis Tidak Terelakan di Malaka



Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu. Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina. Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1527 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI (candra sengkala adalah istilah untuk penanda tahun, dengan maksud Trus adalah sesuatu yang terpenuhi berarti 9, Karya adalah sesuatu yang berarti membuat tidak lain bermakna 4, Tataning adalah maksud untuk membuat yang berarti pula 4, yang terakhir adalah Bumi sesuatu yang memiliki arti tunggal adalah 1, dengan demikian terkumpul angka 9441. Dalam aturan membaca candra/surya sengkala adalah membacanya terbalik seperti 1449 Caka, untuk merubah Saka ke Masehi di tambah dengan 78, sehingga memperoleh 1527 M) atau terus bekerja keras membangun daerah. Sengkala Memet berasal dari Daratan India  dan sampai di Nusantara dipakai di daerah Jawa, Sumatra, Bali dan Jambi. 

Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak, oleh itu kemenakannya  yang dijadikan anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia pada tahun 1579. Ia dimakamkan disamping makam suaminya, Sunan Hadiri. Makam mereka terletak di Desa Mantingan   Kecamatan Tahunan, 5 km kearah selatan dari pusat kota Jepara. Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda, yaitu:
Pangeran Timur Rangga Jumena: Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
Arya Pangiri: Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak
Pangeran Arya Jepara :Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).
Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten. Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten. pada masa pemerintahan Pangerang Jepara ini terjadi pemberontakan di Pajang oleh Mataram yang berakhir dengan kekalahan pihak Pajang. Sehinnga pemberontakan ini terjadi pada tahun 1578 mengakibatkan keruntuhan Kesultanan Pajang.
Dua belas tahun kemudian, tiba giliran Jepara di serang bala tentara Mataram. Agaknya kali ini Jepara keteteran membendung serangan Mataram yang dahsyat. Karena Pangeran Arya Jepara sendiri meninggalkan Jepara untuk membesuk ayahnya yaitu Maulana Hasanuddin. Maka tak ayal lagi, Kalinyamat yang merupakan ibukota Kerajaan Jepara bernasib serupa dengan ibukota Kesultanan Pajang yang berada di Pajang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1599 M yang meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Kalinyamat yang di kenal dengan sebutan Bedhahe Kalinyamat.
Sampai saat ini makamnya berdiri dengan megah dan menjadi salah satu obyek wisata di Jepara. Nama Ratu Kalinyamat tetap melekat erat di hati penduduk Jepara. Bahkan salah satu kecamatan di Jepara  bernama Kecamatan Kalinyamatan. Kecamatan ini merupakan bekas kerajaan Ratu Kalinyamat. Di kecamatan Kalinyamatan masih terlihat peninggalan sejarah berupa tembok-tembok kokoh yang dahulunya adalah benteng kerajaan.

Kerajaan Kalinyamat.
Dalam kisah kerajaan jepara memiliki dua kerajaan atau siti inggil pemerintahannya, antara lain:
·         Keraton Kalinyamat, di Kriyan
Letak Kerajaan Kalinyamat menurut cerita keratonya terdapat di dekat dengan Laut itu terbukti dengan ditemukan Siti Inggil/ Bekas Keratonya di Desa Kriyan yang tidak jauh dari dua Desa yang dahulunya adalah laut/teluk yaitu Desa Teluk Kulon dan Desa Teluk Wetan. Meski kini tidak kelihatan bahwa Desa Teluk Kulon dan Desa Teluk Wetan bekas laut tetapi jika tanah kedua desa tersebut digali hingga 3 meter akan ditemukan batu karang, pasir laut, hingga kerang-kerang laut maka terbukti bahwa desa ini bekas laut/teluk. Hal itu terjadi kepada setiap warga Desa Teluk Wetan dan Desa Teluk Kulon setiap membuat sumur pasti menemukan pasir laut, kerang-kerang laut, hingga batu karang laut.

 Dugaan Hipotesis yang dibenarkan dari literatur, arah letak kerajaan berada

Lokasi keraton Kalinyamat tepat dibelakang SMP Sultan Agung Krian Kalinyamatan


Kanjeng Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono, lahir rabu pahing, Romadlon 1514. Putri dari Kanjeng Sultan Trenggono,Sultan Demak (1504-1546) dengan Roro Purbayan. Retno Kencono diberi kekuasaan memimpin Jepara pada Tanggal 10 April 1527 (TrusKaryo Tataning Bumi) karena diberi Amanat oleh Faletehan yang akan pergi menyerang Portugis di Sunda Kelapa yang akhirnya menjadi Sultan disana 22 Juni 1527. Retno Kencono juga resmi disyahkan oleh Kanjeng Sultan Trenggono, ayahnya. Sehingga pada 1 Juni 1527 dimulai pembuatan Keraton di Kalinyamatan, Jepara. Pada 12 Agustus 1527 Retno Kencono melantik Pejabat Keratonnya. Tahun 1528 Kanjeng Ratu Kalinyamat pergi ke Cirebon. Disana bertemudengan perempuan yang sangat sakti dengan aliran Tauhid Hakikat ‘’Manunggaling Kawulo Gusti’’. Perempuan asal Aceh keturunan Mesir, yang bernama Nur Hasnah, berjuluk Syeh Siti Jenar, dengan rambut bersanggul di atas kepala dan berkerudung warna kuning Emas banyak disangka sebagai rambut jenggot seorang laki-laki. Keraton Kalinyamat menghadap ke timur dengan 3 Pintu Gerbang, yaitu:
1.   Pintu Gerbang pertama saat ini berada di perbatasan Jepara Kudus, berupa hutan sampaike pintu kedua.
2.   Pintu Gerbang kedua berupa dua pohon pisang kembar yang saat ini berada di Desa Gedangan, berupa tanah lapang sampai pintu Gerbang ketiga. Disitu hanya tersedia 2 kursi tamu, dan seekor macan Klawuk.
3.   Pintu Gerbang ketiga, saat ini berada di Desa Kriyan Langsung menuju Siti Inggil Kriyan saat ini berada di belakang SMP Islam Sultan Agung 3 Kalinyamatan, sebagai tempat penerimaan tamu. Di bagian belakang Istana digunakan sebagai tempat berdakwah Kanjeng Syeh Siti Jenar dalam menyebarkan Tauhid Hakikat. Dan Kanjeng Ratu Kalinyamat adalah murid kesayangan Syeh Siti Jenar. Kanjeng Ratu Kalinyamat sangat menyukai kerudung warna merah.
Sebagai seorang yang beraliran Tauhid Hakikat. Kanjeng Ratu Kalinyamat mejadikan Istananya hanya dihuni perempuan. Patih yang bernama Sri Rahayu Anjani. Panglima Perang, Sri Rekso Arum. Juru masak, Sri Anjani Kerto Rahayu. Algojo, Sri Endang Lesmono. Telik Sandi, Rinjani. Dayang Retno Dumilah, Roro Sumangkin. Guru spiritual, Syeh Siti Jenar. Cuma telik Sandi Panji Lanang, satu-satunya pria. Namun kerjanya di luar Gerbang Keraton. Hewan-hewan peliaraan keraton hampir semuanya jantan. Ada harimau tunggangan bernama Penggolo. Burung Garuda Emas, Kera Surya kencono, Tikus Piti, Kidang Kencana, Naga Kencana, Kerang Cangkang Wojo, Keong Buntet, dan ditambah lagi Bunga Kenanga Putih kesukaan Kanjeng Ratu Kalinyamat. Kedelapan hewan dan ditambah satu Bunga Kenanga Putih, dilambangkan dengan adanya Tundan Songo. Tundan Songo saat ini adalah tangga masuk menuju Astana Mantingan.
Peninggalan yang sifatnya fisik terkait dengan perkembangan sejarah Kerajaan Kalinyamat sebagai Kota Pelabuhan ada dua macam yaitu yang bersifat bangunan, maupun yang sifatnya toponim berupa pemukiman atau kelompok masyarakat. Artefak di masa lampau yang sangat berhubungan dengan sejarah Jepara antara lain:


Kraton Kalinyamat









 gambar bekas Siti Inggil dan lingkungannya berdasarkan cerita sejarah dan masyarakat kalinyamat


Kerajaan Kalinyamat merupakan sebuah kerajaan yang berasal terdapat di Jepara, Dahulunya Kalinyamat dan Jepara merupakan sebuah Kadipaten bawahan dari Kerajaan Demak, tetapi karena ketika Kerajaan Demak di pimpin Sunan Prawoto dan Arya Penangsang membunuh Sultan Hadlirin, Maka Wilayah Kalinyamat dan Jepara mendirikan Kerajaan sendiri dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kalinyamat meliputi Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang, Mataram. Sedangkan Tanah Pati dan Hutan Mentaok (Mataram) di buat sayembara untuk siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Tembok bentengnya membentang di beberapa desa, meliputi Purwogondo, Margoyoso, Kriyan, Bakalan, Robayan dan pusat Kraton / Siti Inggil di Kriyan, kerajaan Kalinyamat terdapat di daerah Kalinyamatan.
Di samping itu P.J. Veth memperoleh temuan penting dari berita Portugis mengenai "Cerinhama" atau "Cherinhama" yang disebut sebagai ibukota sebuah kerajaan laut atau kota pelabuhan Jepara yang terletak 3 mil atau kira-kira 12,5 pal ke pedalaman. Di tempat itu lah letak reruntuhan kraton Kalinyamat yang menjadi tempat kedudukan atau peristirahatan Ratu Jepara. (Veth III, 1882 : 762).

Kraton Kalinyamat merupakan tempat tinggal Ratu Kalinyamat yang dulunya terkenal sebagai tempat bertirakatnya para raja dan petinggi raja-raja Demak dan Sunan Kalijaga. Kraton ini sampai saat ini belum ditemukan reruntuhannya, namun berdasarkan informasi warga sekitar, ketika menggali pondasi bisa dipastikan menemukan batu bata sebagai reruntuhan kraton. Didalamnya juga diduga terdapat Siti Hinggil danTaman Keraton.


Hipotesa yang meyakini bangunan ini adalah Siti Inggil Kalinyamat. walaupun dari berbagai sumber gambar diatas digambarkan masjid agung jepara tetapi semua itu dapat di sanggah melalui gambar bangsa portugus di bawah.

Taman Kraton Kalinyamat dan Siti inggil
Taman Keraton berada di dalam keraton dengan unsur air, kolam dankura-kura serta Siti Hinggil sebagai tempat paseban. Konsep taman keraton ini sama dengan taman-taman keraton seperti di Keraton Jogja dengan Taman Sari-nya, Cirebon dengan Sunyaragi, yang disamping menambah keindahan juga sebagai tempat persembunyian.
Benteng Keraton Kalinyamat
     Di Keraton Kalinyamat dibangun juga benteng sepanjang kurang lebih 5-6km seluas 4 km2 dengan batu bata 20/25 selebar 2,5 m sebagai jalur penjagaan. Batas benteng Jalan Jepara Kudus, Kali Bakalan, dan Kali Krecek (Kali Sesek).



Hipotesa meyakini bahwa lokasi penggambaran oleh bangsa portugis ini adalah ada di Teluk kulon dan teluk wetan. mengingat bentangan beteng yang hanya di miliki keraton kalinyamat


Kutho Bedah
Lokasi riwayat hancurnya kawasan kerajaan Kalinyamat ditandai dengan hancurnya pertahanan kerajaan yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan, peristiwa ini terjadi di dekat kali tambak di perbatasan purwogondo, robayan dan brantak, dan bersebelahan dengan daerah Gunung mas. Daerah tersebut terbilang paling mistik dari pada wilayah kalinyamat lainnya, pasalnya banyak kejadian gaib di kutho bedah tersebut, dalam sejarah pernah dikisahkan dimasa pusat pemerintahan berada di Keraton Kalinyamat yang kini di desa Kriyan (Kriyan itu bersal dari bahasa jawa yaitu Prakriya yang artinya orang terpandang (bangsawan), kemudian berubah menjadi Kriyan yang maksudnya sekitar tempat para bangsawan), Kuto Bedah terdapat Harimau kembar yang berada di dalam Sumur Upas yang bernama Macan Lurik, sumur tersebut untuk menghukum para penjahat atau pembangkang Kerajaan Kalinyamat, Sumur Upas berada di sebelah barat daya keraton yang terkenal dengan nama Sumur Upas Kuto Bedah yang saat ini berada di Desa Robayan (kata Roboyo berasal dari sebuah nama seorang tokoh pendiri desa Robayan, yaitu Mbah Roboyo. Makam mbah Roboyo terdapat di Jl. Mangga V Robayan, depan Masjid Jami' Baiturrohman 1 Robayan), tidak jarang dan tidak sedikit pula banyak pelancong yang sengaja meminta sesuatu di daerah tersebut.
Bedhahe Kalinyamat yaitu merupakan tembok benteng Kerajaan Kalinyamat yang bedah alias roboh dikarenakan diserang oleh Panembahan Senopati dari Kesultanan Mataram yang hendak ingin menguasai wilayah Jepara. Mataram berhasil menyerang Jepara yang sebelumnya Kerajaan Mataram sangat susah menyerang Jepara dikarenakan di Jepara terdapat Benteng yang kuat dengan prajurit yang menjaganya, tetapi sejak Pangeran Arya Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram. oleh karena itu dinamakan Kota yang meledak yang dalam bahasa Jawa artinya Kutha Bedah.
·         Keraton Mantingan, di Mantingan
Sultan Trenggono memberikan tanah dan biaya untuk mendirikan Keraton Islam di Mantingan kepada Sunan Hadlirin dan Wali Songo. Sunan Hadlirin juga ditunjuk Sebagai Sultanya. Dan diberi gelar “Sultan Hadlirin”. Persaingan penyebaran Agama sangat ketat antara Wali Songo yang berpadepokan di Kasultanan Mantingan denganTauhid Hakikat yang bermarkas di Keraton Kalinyamat. Selama tiga tahun para Wali mendirikan Keraton. Di depan keraton ada pagar yang dihuni 10 ekor Kerbau. Dikandang kerbau juga terdapat genangan air yang disebut Belik yang tidak pernah kering. Sehingga pada masa itu, Keraton Mantingan disebut Keraton Kandang Kerbau. Kanjeng Ratu Kalinyamat penasaran dengan Sultan Hadlirin yang diberi kekuasaan baru oleh ayahnya. Kanjeng Ratu Kalinyamat sering berpura-pura menyerang Kesultanan Mantingan dengan alasan urusan perbedaan agama, agar bisa bertemu dengan RadenToyib. Setelah bertemu, Kanjeng Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin sama-sama jatuh hati. Setelah Sunan Hadirin menikah dengan Ratu Kalinyamat maka Kesultanan Mantingan dan Kerajaan Kalinyamat melebur menjadi Kesultanan Kalinyamat dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Keraton Astana Mantingan. Abdul Jalil, Kerabat Kanjeng Sunan Hadlirin, dijadikan Telik sandi Keraton Jepara bagian utara. Telik sandi bagian selatan dipercayakan pada seorang permpuan bernama Sanjang yang saat ini Makamnya di desa Petekeyan, Tahunan, Jepara, pertanyaan besar, ketika telik sandi ini ditempatkan diwilayah selatan, kenapa makamnya ada di dekat mantingan? Bukanah berarti telik sandi ini berada di utara Astana Mantingan? Bukan malah di sebelah selatan Mantingan???.





 mari berziarah ke Astana Mantingan (Kerajaan Kedua Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadiri)

Mengulas Detil bersama Tokoh Masyarakat:
Perjalanan Sang Ratu sangatlah menarik untuk dipelajari, pasalnya memiliki motivasi bagi pembaca sejarahnya, akan tetatapi keadilan lagi-lagi tidak dirasakan dimasa sekarang, kenapa?? Mari pelajari secara seksama, Keturunan panembahan Senopati dengan Nama Sultan Agung sebagai penerus ke tiga kerajaan Mataram yang memindah kerajaan dari kota gedhe jogja ke desa plered jogja juga, di jadikan pahlawan Nasional oleh pemerintah, padahal perjuangan Sultan Agung belumlah seberapa dibandingankan perjuangan Ratu Kalinyamat dalam peristiwa pengusiran Penjajah portugis, hingga Namanya begitu Harum di kancah Internasional, tetapi juga sejarah tentang ratu kalinyamat sendiri di masa sekarang mengenai pergeseran cerita, dan itu jelas merugikan para pemburu sejarah, kenapa pergeseran cerita? Inilah nanti yang akan di terangkan ketika bertemu tokoh masyarakat. Lantas apakah ada yang memiliki cerita yang benar? Tentu saja ada, tetapi ceritanya tidak secara sejarah, melainkan cirri-ciri mitos dan kegiatan yang dilakukan pada masa tokoh itu lahir. Cekidot:
Pertemuan jalan-jalan sejarah kotaku adalah bertemu dengan sesepuh masyarakat yang daerah tinggalnya di bekas kawasan Siti inggil kepada IBU MUSLIMAH umur 63 th istri dari Bapak Sulaiman umur 68 th, ibu yang jadi sesepuh ini pun menunjukkan lokasi siti inggil yang memang berupa gundukan tanah sesuai dalam sejarah dimana Siti inggil ini sengaja di urug dalam bahasa jawa yang artinya di tutup tanah sehingga membentuk bukit, hal ini di maksud untuk menyelamatkan kerajaan dari ekspansi laskar mataram .
Menurutnya banyak sekali yang sudah datang ke bekas siti inggil, biasanya melakukan ritual di tempat siti inggil untuk mendapatkan hajat di tempat siti inggil. Padahal Ibu muslimah sendiri sangat mewanti-wanti terhadap kegiatan apa yang dilakukan dengan Nama Kanjeng Ratu Kalinyamat, Ibu ini juga pernah menanyakan, “wingi-wingi nggih wonten mas sing dadi Kanjeng Ratu, lha sak niki tiange sehat mas? Mergi nate krungu-krungu tiange pejah.” Artinya kemaren-kemaren yang jadi Ratu Kalinyamat, sekarang orangnya baik-baik saja mas? Pernah dengar orangnya (dulu yang jadi Ratu dalam acara BARATAN) Meninggal. Kenapa ibu ini bilang seperti itu, ternyata di telusuri bahwa saya sebagai orang purwogondo sendiri pernah mendengar tentang MITOS KUALAT ketika berhubungan mendalam yang berkenaan dengan Kanjeng Ratu Kalinyamat. Akan tetapi ada baiknya juga ketika mitos tersebut tetap terjaga, karena kesakralan akan tanah siti inggil tetap terjaga dan lestari hingga saat ini, walaupun tempat tersebut tidak terawat.

Pertemuan atas rujukan ibu Muslimah untuk menemui mudin soli dengan nama asli Solekhan. Umur 61 dengan alamat desa kryan RT 8/ RW 2 Kalinyamatan Jepara yang tidak jauh tempatnya dari Siti Inggil. Bapak ini menceritakan bukan tentang Siti Inggil, melainkan Tentang Berawalnya Pesta Rakyat yang Namanya BARATAN, akan tetapi bapak ini tidak terlalu membicarakan panjang lebar tentang baratan, karena bapak ini memiliki sumber sendiri dari kliping terjadinya pesta BARATAN. Dan kliping tersebut adalah sebagian pemaparan dari Lembayung Production, menurut saya itu bukanlah sumber secara Hakiki dan perlu di pertanyakan tentang kebenaran dan tradisi Baratan. Dikediaman mudin soli membayangkan atas dasar cerita baratan, bukanah dalam sejarah itu bahwa Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadiri menemui Sunan Kudus setelah pulangnya di cegat oleh utusan arya panangsang. Dan di bunuhnya Sultan Hadiri, lantas sultan hadiri sampai merambat (prambatan sekarang) hingga sampai sempoyongan (sekarang mayong). Lalu dimana kematian sultan hadiri?? Bukankah kisah ratu kalinyamat membawa mayat sultan hadiri??? Lalu pergi kemana Ratu Kalinyamat waktu itu?? Apakah ratu kalinyamat sempat pulang ke keraton Kalinyamat sebelum berangkat ke mantingan membawa jenazah sultan??? Kisah masih misteri. Dan menurut Pak Soli, baratan itu lahir dari peristiwa membawa jenazah sultan oleh ratu kalinyamat pada malam hari sehingga masyarakat meneranginya dengan obor dan orang cina membawa lampion. Sesuai hipotesis , bahwa dulunya desa kryan adalah tempat para bangsawan, cina, jawa dan arab. Pertanyaan besar juga adalah akibat peperangan sultan dan Aryo tentu saja barang tunggangan tidak dimiliki, lantas kenapa Pesta Baratan menggunakan kereta kencana dalam tradisinya? Bukankah berarti sang ratu sempat pulang ke Kerajaan Kalinyamat (Siti Inggil) kemudian pulang lagi ke mantingan. Ketika Pesta Baratan di lakukan masyarakat untuk mengenang peristiwa duka cita. Kenapa kedukaan itu dijadikan Pesta kegembiraan masyarakat kalinyamat???. Apa yang salah dengan peristiwa itu. Apalagi dihubungkan dengan Baratan yang berarti baroatan atau keberkahan, akan tetapi setuju ketika makanan Puli di hadirkan dalam tradisi tersebut, karena puli atau ufhuli yang artinya memberi maaf dalam filosofinya.
Sedikit memberi saran untuk Tradisi Baratan.
Tradisi baratan yang sesungguhnya adalah dengan mengarak lampion keliling dusun dengan maksud memberi penerangan, dan memberi kabar kepada masyarakat atas kematian Sultan Hadliri dengan menggunakan ucapan yel-yel mistis yaitu. “TONG TONG TJI, TONG TONG JEDER” menurut penelususran bahwa kata-kata tersebut adalah suatu kata kegemparan yang terjadi dalam peristiwa terbunuhnya Sultan Hadiri.  Dan untuk arak-arakan ratu kalinyamat adalah suatu arakan yang simbolatis tidak sesui naskah, kenapa simbolis ? karena di pahami dulu. Ratu kalinyamat memboyong sultan ke mantingan, dan masyarakat menyambut duka dengan lampion, seharusnya ketika melihat naskah tidaklah mungkin dilakukan dengan formasi barongan, dan sapu jagad di depan. Barongan sendiri adalah tokoh sacral yang sifatnya kearah keburukan, dalam hal ini adalah syetan. Kemudian di lanjutkan formasi sapu jagad sebagai pengusiran yang jahat, ketika ingin kearah naskah tidak ke simbolitas, mencari tahu dimalam yang benar-benar pada massanya, saya yakin malamnya bukan malam nisfu sya’ban, nisfu sya’ban karena terkenal dengan malam kemuliaan maka dipilihlah malam itu. Ketika melihat kedalam serat/naskah formasinya adalah para keprajuritan kalinyamat (dari Siti Inggil) , Pengawal Istana, kemudian jenazah Sultan, di Teruskan Ratu Kalinyamat ,Dayang-dayang Istana Kalinyamat, Pengawal Ratu, keprajuritan. Dilanjutkan warga yang berempati terhadap Sultan dengan obor dan Lampion. Walaupun demikian adanya tradisi baratan yang sekarang terjadi sekarang, saya setengah prihatin dan tetap menghargai upaya pelestarian budaya.
Malam dimana Pangeran Kalinyamat Meninggal dan dibawa ke astana mantingan sebenarnya adalah dimana di tentuan malam meninggalnya Sultan yang mengacu kepada Haul rutin tiap tahun di Astana Mantingan.
Menurut Ahmad Munawir umur 22 tahun sebagai Mayarakat di krasak, krasak adalah penamaan desa berdasarkan kejadian lewatnya ratu Kalinyamat membawa suaminya dan kemudian di daerah tersebut ada angin besar dan bersuara “Kresek-kresek” dan masyarakat menyebutnya Krasak, namun lebih spesifik lagi di krasak ada salah satu gang dengan nama jalan TIRTA KENCANA, Hipotesisnya adalah Tirta dari nama Jawa Kawi berati air, dengan demikian bahwa wilayah krasak sebenarnya dulunya bisa berarti kolam dan bisa berarti laut. Mengacu lagi pada gambar Hipotesis yang bentuknya seperti gambar kuil menurut hipotesis adalah Siti Inggil, dengan di kelilingi oleh air, dan luar Siti Inggil adalah lautan, seperti nama Teluk Kulon dan Teluk Wetan, sekarang sudah menjadi perkampungan. Perjalanan Ratu Kalinyamat membawa Suami tercintanya ke astana mantingan di duga menggunakan Kapal Jung Java untuk Sampai ke Astana Mantingan. Dan berarti bahwa pada acara baratan, seharusnya tidak menggunakan kereta kencana, mengingat kereta kencana ada pada masa Mataram dimana VOC membangun transportasi dengan kendaraan mobil dan Kereta. Dan Masa Demak Belum ada Kereta Kencana.
Pembenaran Hipotesis bahwa Jenazah di bawa dari Siti Inggil ke mantingan adalah dalam cerita versi PURWOGONDO. Dimana desa tersebut berbau wangi dari jenazah Sultan, bukti bahwa menceritakan tentang sempoyongan (sekarang mayong) berarti belum meninggal atau masih bernafas tetapi sudah lemas, bisa jadi Sultan di gopoh oleh seseorang pada massa itu dan baru cerita PURWOGONDO yang menerangkan bahwa Sultan Sudah Meninggal. Masih PR untuk membuka sejarahnya.
Menurut Bapak Muhson, Purwogondo itu berasal dari Gondo atau wewangian yang berasal dari Jenazah Sang Sultan yang menyelimuti Daerah yang sekarang terkenal Purwogondo.


 Ini adalah Desa Purwogondo tapi masyarakat sekitar menyebut Kota Purwogondo, karena desa ini terbilang masih ramai setelah pasar di kutho bedah hingga sekarang keramaiannya masih terasa, dah bahkan keramaiannya melebihi daerah Siti Inggil di Kriyan.

Hipotesis adalah pada massa Ratu kalinyamat dekat dengan laut pada massa itu. Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu desa dekat dengan Siti Inggil adalah Pelabuhan Internasional, seperti teluk kulon dan teluk wetan. Disitulah berdiri ribuan kapal Jung Java yang dirintis pada masa kerajaan demak. Hal ini juga dikarenakan ada versi cerita yang sekarang Kuto Bedah dulunya sebelum Bedah, setelah keraton di pindah ke mantingan, kotho atau kota tersebut pernah beralih menjadi pasar.
Menurut aziz awal fajri umur 22 tahun sebagai masyarakat Karang Aji, dimana peristiwa penamaan daerah-daerah di karang aji sesuai dengan penamaan barang-barang kapal yang berjatuhan di wilayah tersebut, menguatkan hipotesis bahwa  daerah tersebut adalah lautan atau juga sebagai Sungai yang Besar sebagai jalur Perniagaan mengingat daerah tersebut bersebelahan dengan Kali Ombo dan Kedung.

Bertemu tokoh masyarakat adalah istri dari bapak Soli yang bernama: Ibu Supami dengan Umur 56, beliau menceritakan tentang terbunuhnya Sultan Hadiri oleh Aryo Panangsang. Akan tetapi beliau menceritakan berdasaran cerita ketoprak yang sering dilihatnya, karena beliau terlahir oleh darah seniman kota pati. Akan tetapi point yang saya tangkap belum sesuai dengan sejarah yang dipelajari benar, pertama kutho bedah menurutnya akibat ekspansi Arya panangsang bersama kudanya menabrakkan ke dinding beteng hingga beteng hancur, dirasa tidak mungkin karena dinding beteng sendiri 3-4 meter tebalnya. Mustahil untuk sendirian menjebol, apalagi keraton ketat dengan penjagaan, kemudian setelah Ratu Pindah mantingan daerah kota menjadi keramaian pasar, lalu aryo panangsan di bunuh Sutawijaya setelah terbunuhnya Sultan Hadiri di bengawan solo, dan posisi ratu kalinyamat berada di donorojo, dan peristiwa kutho bedah berada di bagian barat beteng, bukankah bagian tersebut daerah kawasan saudara ratu kalinyamat hingga membentang sampai pajang. Itu sesuatu yang mustahil. Bahwa kenyataannya hancurnya keraton itu karena Laskar Mataram atau juga di beda Massa pemerintahan atau juga di masa VOC ingin menguasai Jepara akibat perjanjian bersama amangkurat I.
Pertemuan dengan Tokoh masyarakat di Robayan: lupa bertanya dengan bapak siapa, beliau adalah pengembala kambing, kira-kira umurnya 68 th nan. Beliau menceritakan tentang kebenaran Riwayat Ratu Kalinyamat yang dimana saat kota kalinyamat hancur di kawasan Kutho Bedah (Robayan).
Hipotesis untuk Kutho Bedah Sendiri adalah kutho bedah membentang luas di desa kryan dan desa sekelilingnya. Kotho bedah memiliki arti kota yang Hancur sangat susah payah dalam menghancurkan beteng ini, sebab kehancuran terangkum dalam hipotesis antara lain:
 kehancuran akibat ekspansi militer Laskar mataram yang sudah tidak percaya dengan Aryo jepara sebagai ganti tahta Ratu Kalinyamat di jepara, ketidak percayaan itu lahir karena aryo jepara mencoba memberontak ke banten dan mataram, tetapi tidak berhasil. Sehingga penakhlukan jepara oleh mataram tidak terhindarkan walaupun masih saudara yang di pimpin panembahan Senopati sendiri tahun 1590-1599 (jatuhnya pajang sendiri tahun 1578, dan penakhlukan jepara adalah setelah 12 tahun, berarti penakhlukan jepara tahun 1590 dan kenapa jepara baru runtuh tahun 1599? Dimana yang 9 tahun?. Lascar mataram merebut jepara selama 9 tahun, bayangkan betapa susahnya merebut jepara hingga 9 tahun lamanya) . Kenapa lascar mataram senopati? Padahal masih saudara dengan keluarga Hadiwijaya kepada Aryo jepara. Ada juga kemungkinan akibat ketidak percayaan lagi antara senopati dengan penguasa jepara waktu itu, kenapa? Aryo Jepara pernah melakukan pemberontakan ke banten dan bawean pernah di takhlukannya, dan juga jepara pernah melakukan perencanaan pemberontakan kepada mataram. Atau tidak, peperangan berkecambuk di tanah jepara saat pemerintahan Sultan agung, dimana sebagai bukti beteng portugis yang dibangun di era mataram (jepara menjadi bagian mataram). Lantas kenapa kutho bedah?? Apakah di bobol oleh senjata VOC? Ada kemungkinan di bobol oleh VOC ketika kemunduran Sultan agung? Terbukti ketika amangkurat I, keturunan Sultan agung mengutus speelman menemui VOC di jepara dan melakukan perjanjian dengan VOC di jepara. Otomatis VOC sudah masuk di jepara di masa transisi Sultan Agung adan Amangkurat I. ketika VOC datang tidak mungin kutho Bedah hancur di bagian Selatan beteng. Padahal pada masa sultan agung. Orang jawa anti VOC. Ada kemungkinan VOC datang dari pesisir Utara Japara dengan jejak Beteng Portugis yang sengaja di bangun untuk menumpas belanda. Walaupun mungkin saja Kutho Bedah hancur oleh VOC. Asalkan Teluk wetan dan teluk Kulon masih Berbentuk Laut. Tetapi mengingat pendeknya sejarah yang menyatakan kedua teluk itu laut maka perlu di kaji ulang kapan kedua teluk tersebut menjadi perkampungan.
Menurut De Graaf (kerajaan islam pertama di jawa, halaman 122) : sepeninggal Sultan pajang pada 1588, terbukalah kesempatan senapati untuk memperluas kekuasaannya. Ada kemungkinan, serangan laskar Mataram yang sudah diperkirakan itu datang pada tahun 1599 (dalam buku "Awal Kebangkitan Mataram" disebutkan bahwa perlu 3 kali serangan besar untuk menundukkan jepara karena diperkuat dengan tembok-tembok benteng) dan berakhirlah pemerintahan Pangeran Jepara. Dalam suatu surat berbahasa belanda tahun 1615 (Colenbrander, Coen, jilid VII, hlm. 45) terdapat kata-kata destructie (penghancuran) kota jepara. Serangan Mataram dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan pesisir yang makmur mengakibatkan kerusakan berat.
Sedikit saran untuk mengenang Kota Hancur atau Kutho Bedah, dengan melakukan tradisi atau ritual atau bahkan sedekah bumi dengan arak-arakan ke tempat terjadinya jebolnya beteng yang mengisahkan perjuangan Kerajaan Kalinyamat hingga akhir pada waktu itu.
Pertemuan tokoh masyarakat: pada tokoh kali ini wawancara di lakukan dengan Bapak Muhson. Beliau adalah Tokoh penjual/ pedagang jamu depan toko bangunan ababil sebelah pasar Kalinyamatan. Kenapa wawancara dengan beliau sangat menarik? Pertama tama adalah sebelum beliau berdagang , beliau adalah salah satu warga purwogondo yang pernah menjadi seniman, pengrajin hingga pada titik tertentu membuat beliau untuk berdagang. Apa hubungan beliau dengan Hipotesis saya? Wawancara dimuai cekitdot.
Beliau semasa kecilnya tinggal di daerah kenari (dekat alun-alun Kalinyamat) semasa kecil beliau beliau sering bermain bersama teman-temannya di daerah lapangan kenari. Nah lapangan kenari sendiri dekat dengan Gunung Mas (menurut masyarakat Purwogondo dan sekitarnya Gunung ini Pernah menampakkan dirinya dengan kemilau emas) nah di dekat gunung mas ini lah pusat terjadinya Kutho bedah. Ketika teman beliau mandi di kali tambak, kali tambak itu kali yang bersebelahan dengan Beteng yang jebol dan bersandingan dengan gunung Mas, selesai mandi teman beliau menemukan satu paket nampan emas dengan lengkap poci dan gelasnya yang kemilau emas. Di tambah lagi satu lirang pisang emas. Lalu dibawalah temuannya itu, namun ketika sesampainya di kawasan lapangan kenari, seorang teman memanggilnya dan diapun tersadar kalau pulang dengan tangan hampa, kisah tersebut di ceritaan kepada kawan-kawannya.
Kisah menarik lagi dari beliau, di kutho bedah ada sumur dengan kisah harimau kembar ingat? Nah dahulu pernah ada seseorang yang berniat meminta sesuatu di kutho bedah. Sumur itu sudah tidak berwujud sumur, melainkan sudah tertutup oleh gundukan tanah, ketika seorang tadi yang bertirakat. Tiba-tiba memasukkan tangan kedalam gundukan tanah tadi secara seketika tanah yang keras itu tidak di hiraukan oleh orang tersebut, ketika tangan dimasukkan dan di cabutnya tangan tersebut. Orang tersebut menemukan mustika, entah mustika apa itu.
Satu lagi kisah menarik, kali ini tentang Siti Inggil/ Keraton Kalinyamat, dahulunya ada orang yang sangat jauh mencoba bertirakat meminta sesuatu di siti inggil, seteah selama 1 minggu melakukan puasa dan tirakat di tempat itu. Tiba waktunya si orang tersebut mendapatkan benda mustika panjangnya kurang lebih 20 cm tertutupi tanah, ketika di usap barang tersebut berwujud sebilah keris lengkap dengan warangkanya yang sangat bagus. (aku yo kepengen Rek :)) akan tetapi minggu berganti, datang lagi seorang yang menginginkan sesuatu di tempat siti inggil. Dia tirakat disitu seperti yang lainnya, keesokan harinya seseorang tersebut di temukan warga terjepit oleh batang pohon dan akar pohon, kok bias ya? Pikir saya. Dan ketika di Tanya orang tersebut ,salah seorang warga mengenali orang tersebut dan ternyata orang tersebut sudah pernah meminta di siti inggil dan sekarang berusaha untuk meminta lagi. (oalah kui wonge rakus to cak, mulane).
Mitos yang berkembang pada sejarah Kutho bedah tidaklah main-main, bahwa tempat tersebut tetap lestari sampai sekarang akibat pengaruh mitos ANGKER yang sangat kuat. Keangkerannya dapat di uji sendiri :).
Terimakasih atas kunjungan di blog saya, Hipotesis yang dipaparkan masih tahap penelitian lebih lanjut, semoga Sejarawan dan pemerintah Jepara khususnya prihatin atas sejarah yang ada di jepara, walaupun melakukan pembebasan lahan yang di inginkan pemdes kriyan itu dikira tidak dapat terwujud sepenuhnya, semua mengingat perkampungan sudah berkembang disana sejak mataram di pimpin Amangkurat I. dan terimakasih kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah memberikan mitos-mitos pada tempat yang dianggap sakral dengan tujuan melestarikan daerah tersebut dari tangan jahil manusia yang tidak mengerti tempat tersebut, seperti MITOS KUALAT untuk Siti inggil Kalinyamat, sampai sekarang tanah bekas keraton itu masih lahan kosong walaupun ditumbuhi tanaman liar, MITOS ANGKER untuk peristiwa Bedahe Kutho yang sampai sekarang menjadi tanah makam dan lahan tetap lestari walaupun banyak ditumbuhi tumbuhan liar, tempat-tempat seperti itu adalah sebagai saksi bisu kejayaan Kerajaan Kalinyamat.


Dapat bertemu bapak muhson dan mengulas cerita Ratu Kalinyamat sambil nongkrong -nongkrong


 makan gorengan trus minum es. menghilangkan penat seharian mencari kebenaran sejarah :)





……..OM Santi Santi Om……


Penulis : Ahmad Roiz
Maksud: Pertanyaan dari Hipotesis
Sumber: dari banyak sumber
Gustami Sp. 1999. “Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara”. Kanisius Yogyakarta.
Risalah dan Kumpulan data Perkembangan Seni Ukir Jepara. Perpustakan Umum Jepara

Wilkipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kalinyamat : search: 22.21 WIB 27/03/2015


Syaiful Mustaqim. 30/03/2013. “Lima Wasiat Sultan Hadiri”. Search 25 maret 2015/ 03.28 WIB http://www.soearamoeria.com/2013/03/lima-wasiat-sultan-hadlirin.html

           Priyono Agustinus ,Tinjauan Historis Jepara Sebagai Kerajaan Maritim dan Kota Pelabuhan ,Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang
     Gus Cokro. 2014 “pelaut Jawa”. http://mistikindonesia.com/2014/12/18/pelaut-jawa.html/5#ixzz3OAaRcv2H. 03.30 WIB. 8/1/15

      Hamengku Buwono X. 2014. “Budaya Maritim Indonesia dalam Peluang, tantangan, dan Strategi”. Sarasehan Road Map Pembangunan Kelautan dan Kemaritiman Indonesia serta Pencangan Bulan Maritim UGM. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta

      Hayati Chusnul, Ratu Kalinyamat:Ratu Kalinyamat Yang Pemberani ,Jurusan Sejarah Fakultas   Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III. Balai Puastaka. Jakarta

      Misteri Kapal Jung Jawa, Kapal Perang Nusantarahttp://www.maritimeworld.web.id/2014/06/misteri-kapal-jung-jawa-kapal-perang.html. 03.05 WIB.  8/1/15
      Connie Rahakundini Bakrie ,2012 , Armada Pati Unus Dan Hari Armada , Universitas Indonesia

      Djaka Rubijanto ,2010, Bangsaku Mendapat Pengakuan: http://rubijanto.wordpress.com/2010/09/19/bangsaku-dapat-pengakuan/. 3/5/2014, 22.19 WIB.    

Parung Sari Project. 16/09/2012.Situs Kedaton Ratu Kalinyamat (Blayangan Ke Kalinyamatan) Search: 28/03/2015 13.12 WIB : http://parungsariproject.blogspot.com/2012/09/situs-kedaton-ratu-kalinyamat-blayangan.html

Mengenal membuat candra sengkala : serch 22.28 WIB 27/03/2015 https://begawanariyanta.wordpress.com/2012/04/15/mengenal-dan-membuat-candrasengkala/ 

Wawancara : Ibu Muslimah.
                      Bapak Solekhan
                      Ibu Supami.
                      Bapak Muhson
                      Ahmad Munawir.
                      Aziz Awal fajri.
Dan Masyarakat Purwogondo, Robayan, Kriyan yang Tidak Dapat Di Sebutkan Satu Per Satu.