Sejarah
Satu catatan emas untuk sejarah
Madiun, bahwa saat Mataram di bawah Sutowidjojo berusaha untuk memperluas dan
menundukkan Purabaya di tahun 1586, kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah diserahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga
Panembahan Rama kepada putrinya RADEN AYU RETNO DJUMILAH.
Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan
saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun
1586, tetapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Panglima Perang Purabaya yang didukung
oleh beberapa Bupati di kawasan Mancanagara, sekurang-kurangnya 15 daerah
kabupaten di kawasan timur, ternyata sanggup mematahkan kekuatan lawan yang
tak lain pasukan Mataram.
Mataram yang telah dua kali patah
dalam serangannya ke Purabaya secermat itu memperhitungkan kembali rencana
serangan yang ke tiga. Serangan Mataram ke tiga kalinya ke Purabaya dilakukan
pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan
sebelumnya oleh pasukan Mataram untuk menyusup dengan serangan pendadakan
serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo yang saat itu
hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang – Raden Ayu Retno Djumilah.
Pasukan Purabaya lumpuh dan banyak
jatuh korban, sementara yang lain lari ke arah timur. Pertempuran satu lawan
satu tak dapat dihindarkan lagi antara Manggalaning Perang Purabaya Raden Ayu
Retno Djumilah dengan pimpinan pasukan Mataram yang tak lain adalah
Sutowidjojo. Manggalaning Perang Purabaya cukup
gigih mempertahankan dengan senjata pusaka sebagai andalan panglima perang ini
yang berupa sebilah keris bernama “Kyai Kala Gumarang”. pusaka ini juga sebagai
pusaka andalan Kabupaten Purabaya atau juga disebut sebagai “Pusaka Tundung
Madiun”.
Pertarungan satu lawan satu antar dua pemimpin
pasukan ini berjalan cukup seru dan berlangsung di sekitar sebuah Sendang tidak
jauh dari Istana Kabupaten Wonorejo
Kelenggahan yang berakibat pindahnya
pusaka andalan dari Panglima perang Retno Djumilah ke tangan Sutowidjoyo
menyebabkan bertekuk lututnya Wanita Perkasa yang Bupati dan bertindak sebagai
Panglima Perang Pusaka andalan Kyai Kala Gumarang yang dalam detik kelenggahan
berpindah tangan meruntuhkan kekuatan wanita perkasa ini dan “menyerah kalah”
ke hadapan Sutowidjojo.
Panglima Perang yang juga Bupati ke II
Purabaya ini menjadi tawanan perang. Oleh Sutowidjojo panglima perang yang
sudah menyerah ini kemudian dibawa masuk ke Istana Mataram sebagai “tawanan
perang”. Dikemudian nanti Panglima Perang yang
juga Bupati dan Wanita Perkasa mi akhirnya dipersunting sebagai permaisuri
Mataram. Kekalahan Retno Djumilah dalam perang dan laga satu lawan satu itu
terjadi pada 16 Nopember 1590 yang kemudian menyebabkan bergantinya nama
Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama PURABAYA menjadi MADIUN terjadi pada
: Hari JUMAT LEGI tanggal 16 Nopember Tahun 1590 M. atau Hari JUMAT LEGI
Tanggal 21 Sura Tahun Dai 1510 Jawa.
Sumber : https://jawatimuran.wordpress.com/2012/08/29/bupati-ke-2-kabupaten-madiun/
Sejarah
Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata "medi" (hantu) dan "ayun-ayun" (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan "Babat tanah Madiun" terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Madiun
masih ada gak kaosnya..?
ReplyDelete