Karakter
Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial
Belanda
“Arsitektur
Kolonial”, sebagai sebuah istilah yang mengacu ke presepsi sejarah sosial,
sering menyiratkan aturan dan kekuasaan kolonial-bangunan publik adalah sebuah
ekspresi, sebuah symbol intimidasi dan pemaksaan.
Pengertian karakter sevara umum,
yaitu bagian dari suatu objek atau cirri-ciri suatu objek yang menjadi pembeda
dari objek lainnya. Karakter dapat memberikan deskripsi fisik maupun nonfisik
dengan mengkhususkan pada sifat-sifat, cirri-ciri khusus dan spesifik dari
suatu objek, sehingga membuat objek tersebut mudah dikenali (Suryasari, 2003)
Karakter dari sebuah objek
arsitektural merupakan susunan dari keberagaman maupun intensitas cirri-ciri
sebuah objek arsiteltural, serangakaian susunan elemen dasar pembentuk objek
(missal terdiri dari bentuk, garis, warna, dan tekstur) yang membuat objek
tersebut memiliki kualitas khusus yang dapat dibedakan dari objek lain.
Pengertian karakter di atas lebih
sebagai bagian dari karakter visual yang lebih memberikan penekanan kepada
cirri-ciri visual yang hasilnya dapat dengan mudah dicerna dengan indera visual
seorang pengamat. Pengertian karakter visual dapat dijelaskan sebagai karakter
fisik yang dihasilkan oleh keteraturan visual dari pola-pola elemen dasar yang
ada di dalamnya.
Dengan demikian jika elemen-elemen
dasarnya adalah bentuk, garis, warna,
dan tekstur, maka karakter visual adalah keteraturan visual dari pola-pola
bentuk, garis, warna, dan tekstur. Adanya hubungan timbale balik antara pola-pola
elemen dasar tersebut dapat digambarkan hubungannya dengan pengertian dominasi,
keragaman, skontinuitas, dan lain-lain (Smardon dalam Suryasari, 2003).
Karakter visual suatu bangunan dapat
dikenali dengan cara menganalisis elemen-elemen visual yang tersusun dalam
sebuah rancangan fasadnya. Rancangan fasade yang masih kompleks tersebut
dikembalikan kedalam bentuk-bentuk murninya (pure shape) (Amheim dalam Suryasari,
2003). Menurut Smardon dalam Suryasari, 2003, analisis terhadap bangunan dapat
dilakukan dengan dua tahap :
1.
Tahap pertama, dilihat dalam suatu
bangunan bagaimana pola-pola yang dibentuk oleh elemen-elemen dasarnya.
2.
Tahap selanjutnya dengan mencari
keterkaitan antar pola-pola tersebut dalam kerangka prinsip pengaturan maupun
kesatuannya.
Karakter visual
juga dapat diartikan sebagai identitas yang memberikan makna sebagai pembentuk
cirri spesifik dari sesutau atau lingkungan. Karakter visual dapat dipandang
sebagai keteraturan visual dari adanya pola-pola bentuk, garis, warna, dan
tekstur, hubungan timabal antara pola-pola elemen dasar tersebut dapat
digambarkan terkait dengan pengertian dominasi, keragaman, kontinuitas dan
lain-lain (Satyaningsih, 2000).
Karakter harus
mampu member visual secara lengkap sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
sehingga dapat dijabarkan ke dalam kata-kata, gambar. Maupun model tiga dimensi
berupa gambar nyata terlihat dalam elemen-elemen pembentuk yang bersifat
spesifik. Karakter bangunan sebagai objek arsitektural hendaknya mampu
membuktikan melalui deskripsi baik verbal maupun grafis.
Karakter dari
suatu karya arsitektur dapat ditemukan dengan melakukan analisis terhadap
bangunan. Analisis terhadap bangunan dilakukan dengan dua tahap. Pertama adalah
melihat dalam konteks bangunan, bagaimana pola-pola terbentuk oleh elemen
dasarnya, dan tahap selanjutnya dengan mencari hubungan antara pola-pola
tersebut dalam kerangka prinsip pengaturan maupun kesatuannya.
Tinjauan
Rumah Tinggal di Belanda
Gaya hidup orang-orang Eropa berbeda dengan gaya
hidup di Negeri Belanda. Rumah-rumah disana terbuka dan segar, rumah-rumah itu
biasanya dibangun agak saling berjauhan dengan pekarangan yang luas, baik di
depan maupun di belakang. Dengan hanya satu lantai yang di lengkapi sebuah
beranda di depan dan di belakang, ruang tengah yang bessar dengan kamar-kamar
di kedua sisi, dan di halaman belakang ada dua sayap bangunan luar yang
terhubung dengan rumah utama dengan koridor beratap.
Di kedua bangunan itu kita menemukan kamar pelayan,
gudang, kamar mandi, kloset, kandang burung, dan kandang kuda. Dinding rumah,
baik di luar maupun di dalam diplester dan dicat putih, sedangkan kaki dinding
bagian depan rumah dicat dengan ter batu bara yang berwarna hitam, lantai
terdiri atas ubin marmer berwarna merah atau biru, sedangkan lantai semen yang
abu-abu atau berwarna sering ditutup dengan anyaman rotan. Terik cahaya
matahari ditahan dengan jalusi dan tirai. Pekarangan depan, undakan, dan bagian
depan beranda sering dihiasi dengan pot-pot bunga yang dicat putih atau merah
jambu.
Karakter
Arsitektur Kolonial Belanda
Pada bangunan colonial
Belanda terdapat karakter yang mempengaruhi tampilan fasade, karakter tersebut
dapat dilihat dari beberapa elemen-elemen yang biasa digunakan sebagai
pendukung fasade (Handinoto 1996 : 165-177), antara lain :
1.
Gable/Gavel
Terletak pada bagian depan atau tampak
bangunan, memiliki bentuk segitiga atau yang mengikuti bentuk dari atap
bangunan itu sendiri.
2.
Tower/Menara
Memiliki bentuk yang sangat beragam,
mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat, hingga bentuk-bentuk
geometris lainnya, dan beberapa di antara memadukanya denga gevel/depan. Tower/Menara biasanya berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian
depan bangunan.
3.
Nok
Acroteire/Hiasan Puncak Atap
Hiasan puncak atap biasanya digunakan
pada rumah-rumah para petani di Belanda.
Pada awalnya di Negara Belanda hiasan
puncak atap menggunakan alang-alang, namun di daerah Hindia Belanda hiasan ini
dibuat menggunakan semen.
4.
Dormer/Cerobong
Asap Semu
Memiliki fungsi untuk penghawaan dan
pencahayaan pada bangunan. Memiliki bnetuk yang menjulang tinggi keatas, dormer di Negara aslinya, Belanda,
biasanya digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian.
5.
Windwijer/Penunjuk
Angin
Berfungsi sebagai
penunjuk arah angin, biasanya diletakan di atas nok dan dapat berputar
mengikuti arah angin.
6.
Ballustrade
Memiliki fungsi sebagai pagar pembatas
balkon, ataupun dek bangunan. Biasanya terbuat dari beton cor ataupun dari
bahan metal.
Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya
Surabaya, sebagai
kota kolonial memiliki pusaka budaya berupa bangunan-bangunan kolonial yang
bertebaran di seluruh penjuru kota. Kebutuhan
fisik yang paling elelmenter pada setiap manusia ialah perlindungan terhadap
pengaruh iklim dan terhadap
gangguan keamanan agar ia dapat tidur, makan, dan beristirahat dengan
tenang. Sedangkan kebutuhan psikis yang primer adalah kebutuhan akan rasa aman
dan perlindungan yang tetap serta lingkungan yang sehat dan nyaman. Untuk
memenuhi semua kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan sebuah tempat tinggal atau
rumah.
Sebagian besar bangunan kolonial yang ada di Kota Surabaya ini dibangun antara tahun 1915 - 1930. Dengan melakukan aplikasi terhadap gaya arsitektur kolonial modern setelah tahun
1920-an di Hindia Belanda yang pada waktu itu
sering disebut sebagai gaya ”Nieuwe Bouwen”, disesuaikan dengan iklim
lokal dan teknik bangunan di Hindia
Belanda waktu itu.
Gaya
arsitektur yang menonjol dengan ciri-ciri seperti
: gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus,
warna putih, atap bangunan datar, tidak terdapat ornamen, rectangular spaces ruang dengan bentukan
persegi panjang, adanya sudut-sudut bundar. Jadi sebagian gedung-gedung kolonial yang ada di Malang
umurnya rata-rata kurang lebih baru 60 tahun.
No comments:
Post a Comment